Makalah tentang ulumul qur'an

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang.


Al Qur’an merupakan kalam Illahi yang di wahyukan kepada Rasulillah Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umat manusia di dunia da dijadikan sebagai pedoman hidup bagi manusia dan merupakan kitab suci bagi umat islam, namun tidak banyak orang yang mengetahui apa itu sebenarnya yang dinamakan Al Qur’an, serta bagaimana proses awal pembukuan serta pembakuan Al Qur’an itu sendiri, maka dari itu makalah ini akan membahas seputar pengertian Al Qur’an dan proses pembukuan serta pembakuan Al Qur’an hingga menjadi Al Qur’an yang utuh yang sering kita baca pada setiap harinya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususya.
Al-Quran tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas al-Quran, kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, dan eksistensi al-Quran sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad saw.
Kajian al-Quran sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan al-Quran dalam menantang dan mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan atau kelemahan al-Quran. Tantangan al-Quran dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu ini dinamakan i’jaz atau mukjizat al-Quran.
I’jaz atau mukjizat al-Quran adalah studi tentang bagaimana al-Quran mampu melindungi dirinya dari beragam “serangan”, baik yang berbentuk ketidakpercayaan, maupun keragu-raguan sampai pengingkaran terhadapnya. Pada saat yang sama, al-Quran juga mampu melakukan counter attack yang mampu mementahkan dan mengalahkan serangan-serangan tersebut.
Makalah ini akan membahas tentang pengertian i’jaz dan mukjizat, jenis-jenis mukjizat, unsur-unsur mukjizat, segi-segi kemukjizatan al-Quran, dan faktor-faktor  yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa Arab-dan manusia pada umumnya-dalam menandingi  al-Quran.


B.     Rumusan Masalah.

Adapun rumusan masalah yang di muat pada makalah ini yaitu :
1.      Apa fungsi utama pada Al-Qur’an.
2.      Apakah yang dimaksud dengan I’jaz Al-Qur’an dan macam-macamnya.
3.      Adakah mu’jizat Qur’an.


C.     Tujuan masalah.

1.      Mengetahui fungsi utama Al-Qur’an
2.      Menjelaskan pengertian I’jaz Al-Qur’an dan macam-macamnya.
3.      Mengetahui mu’jizat pada Al-Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Fungsi Utama Al-Qur’an


Ada 4 Fungsi al Quran seperti yang dijelaskan dalam Surat 10 (Yunus) ayat 57. : ”Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Fungsi yang pertama dari Al Quran disebut pelajaran atau pengajaran , sebagai bentuk tanda kasih sayang Allah kepada hambaNya . Salah satu bentuk pengajaran yang digunakan al Quran untuk menyampaikan pesan pesannya ialah melalui kisah-kisah. Itulah sebabnya banyak nama nama surat yang diambil dari nama nama rosul, karena banyak cerita cerita rosul. 

Dari sekian banyak kisah kisah dalam Al Quran , maka kisah yang terbaik ada pada Surat Jusuf (12) ayat 3 yang artinya : “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui”. Kisah mengenai Nabi Jusuf ini dinilai yang terbaik karena didalam surat tersebut menceritakan kisah nabi Jusuf dari anak anak hingga dewasa hanya dalam satu surat saja. Juga dalam surat ini ada kisah dari seorang ayah yang menpunyai problem dengan anak anaknya. 

Kalau kisah nabi nabi lain terdapat dalam beberapa surat. Salah satu kisah dalam surat Yusuf yang dapat dihubungkan dengan keadaan yang aktual adalah bagaimana kita menghadapi tekanan yang berat setelah mencoba mengatasi semampunya: Surat Yusuf (12) ayat 86: “Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya" Perbedaan Kesusahan dan Kesedihan.

Kesedihan : menyangku sesuatu yang pernah terjadi dengan kita.
Kesusahan : menyangkut harapan yang tidak tercapai.
Al Quran mengajarkan : melalui kisah ini memberi pelajaran bagaimanapun beratnya cobaan seseorang, kalau orang itu berprinsip seperti Nabi Yakub, yaitu menyerahkan masalahnya kepada Allah swt setelah di mencoba mengatasinya secara maksimal, maka akhirnya pasti baik. Hanya saja umumnya manusia suka terlalu percaya diri membawa masalahnya sendiri kemana mana . Mustinya : tetapkan dan serahkan dengan ikhlas kepada Allah, maka Allah pasti member solusi.

Kisah kisah dalam Al Quran bukanlah fiktif, semuanya kisah nyata. 
Surat 12 (Yusuf) ayat 110 s/d 111 : Ayat 110 : "Sehingga apabila Para Rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada Para Rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari pada orang-orang yang berdosa". Ayat 111 : "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman" Dalam fakta kehidupan kita, sebenarnya tidak ada jalan buntu, yang ada hanyalah pikiran orang yang buntu. Jadi kalau sesorang sedang berada dalam puncak masalah , itu artinya pertolongan Allah segera datang.

Surat Albaqarah ayat 214 : "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat" Jadi Kalau ada orang merasa hidupnya jauh dari pertolongan Allah , itu hanyalah perasaannya saja , bukan dalam faktanya. Faktanya Allah selalu dekat dan selalu ingin mengurus urusan hambaNYa.

Surat 10 (Yunus) ayat 3 : "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?"
Artinya : Allah di Arsy mengatur segala urusan termasuk kehidupan kita , mengabulkan doa doa kita.

Al Baqarah ayat 29 : "Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu". Dari sini dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan segalanya untuk memenuhi semua KEBUTUHAN manusia (bukan keinginannnya !!).

Surat 14 (Ibrahim) ayat 34: "Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)". Fungsi pertama dari Al Quran adalah untuk PELAJARAN bagi manusia. Maka siapapun yang ingin mengambil pelajaran yang terbaik ambillah dari Al Qur’an. 

Fungsi yang kedua Al Quran adalah sebagai PENYEMBUH penyakit hati (spiritual). Orang yang sakit fisik sebenarnya tidak terlalu masalah bagi kehidupan akhiratnya kelak. Tapi yang menjadi masalah apabila seseorang mempunyai penyakit hati yang dapat merusak keimanannya. Apabila seseorang telah rusak atau sampai hilang keimanannya, maka manusia itu jahatnya melebihi binatang. 

Penyakit yang paling tua yang diidap mahluk Tuhan adalah TAKABUR. Yang mengindapnya adalah IBLIS. Pada saat Allah memerintah iblis untuk sujud kepada Nabi Adam, iblis menolaknya dengan alasan ia lebih mulia dari Adam karena terbuat dari api, sementara Adam terbuat dari tanah. Takabur artinya : menolak kebenaran, melecehkan sesama = sombong. Motif /sebab TAKABUR macam macam : Jabatan; harta, kedudukan, ilmu ,nasab.

Penyakit yang kedua adalah : SERAKAH /TAMAK. Pelakunya : Nabi Adam, Surat 20 (Thaaha) ayat 120 : "Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa (kekal)?". Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon kekekalan), karena menurut syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati, pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadist tidak menerangkannya. ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan. Manusia oleh Allah sejak awal telah dibekali dengan perasaan naluri merasa BELUM CUKUP, sehingga rasa penasaran dan ingin tahu itu besar dan tidak bisa dibendung sehingga melanggar larangan.

Penyakit manusia yang ketiga adalah Dzolim terhadap diri sendiri. Adapun jenis penyakit yang keempat adalah DENGKI atau HASAD, Surat 3 (Ali Imran) ayat 120: "Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan". Awal ayat ini itulah yang namanya DENGKI. Ayat lanjutannya menyatakan : jika kita dalam posisi di dengki orang, itu tidak akan ada ruginya apapun apabila disikapi dengan benar/tepat ( sabar  dan takwa). Karena pahala dia pindah ke kita. Seandainya dia tidak punya pahala, maka dosa kitalah yang beralih kepadanya. Jadi ucapan yang tepat kalau ada orang dengki pada kita adalah : ALHAMDULILLAH. Penyakit dengki inilah yang menyebabkan orang susah tidur, susah bahagia, tidak tentram.

Empat PENYAKIT ITULAH YANG HARUS DIHINDARI. Karena penyakit itu sangat menggerogoti keimanan manusia. Bagaimana menyembuhkannya? Petunjuk Al-Quran lah yang bisa meyembuhkannya.

Ciri kalau orang tidak bersyukur : kalau dia mendapat anugrah ia akan mengklaim itu adalah hasil jerih payahnya semata.

Surat (Al Qashas) 28 ayat 78 : "Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka". Ini berbeda dengan nabi Sulaeman.

Fungsi yang ketiga dari al Quran adalah sebagai petunjuk.(hidayah). Petunjuk untuk siapa ? Sesungguhnya Quran adalah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia , tapi hanya orang yang bertaqwa sajalah yang dapat mengambil petunjuk dari Al Quran. Petunjuk /hidayah itu bertingkat tingkat. 

Yang pertama : Berupa hidayah naluri – contohnya : naluri haus; lapar dll. Fungsinya untuk mempertahnakan hidup. 

Yang kedua : berupa petunjuk indrawi /pancaindra : bisa mendengar; bisa melihat dan meraba. Dalam al Quran ada 3 yang paling sering disebut (Surat 16 ayat 78) : "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Yang ketiga : hidayah akal . Akal manusia inilah merupakan bagian dari anugrah Allah swt. Sehingga seringkali diulang ulang dalam Al Quran : Afala Ta’qilun.

Yang ke empat : hidayah agama. Surat 17 , ayat 15. : Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.

Fungsi yang keempat dari al Quran adalah sebagai RAHMAT, bentuk kasih sayang Allah. Rahman : hak prerogative Allah , artinya kasih sayang yang sempurna. Rahim artinya : sayang dimana berangkat dari ketidak tegaan melihat hambaNya , melihat orang lain .

Jadi kalau al Quran menyebut sebagai petunjuk, rahmat bagi manusia, maka kalau ada orang yang merasa tidak mendapat rahmat dari Allah, bukan karena Allah pilih kasih. Tapi karena manusianya tidak meyiapkan dirinya /hatinya untuk menerima petunjuk dan rahmat.


B.     Pengertian I’jaz Qur’an dan Macam-macamnya.


Dari sisi etimologi, i’jaz berasal dari kata a’jaza yu’jizu i’jazan (kata kerja transitif) yang artinya melemahkan, memperlemah, atau menetapkan kelemahan. A’jaztu fulanan artinya aku melemahkan seseorang. Kata i’jaz sendiri awalnya berasal dari kata dasar a’jaza ya’jizu (kata kerja intransitif) yang artinya lemah atau tidak mampu. Pengertian ini bisa dilacak dalam Surat al-Maidah ayat 31: “… Berkata Qabil: ‘Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung Gagak itu, lalu aku bisa menguburkan mayat saudaraku ini?’…”  Kata yang digaris bawahi ini terjemahan dari kata aa’jaztu.

Dari sisi terminologi, i’jaz didefinisikan oleh Manna Khalil al-Qaththan dan Ali al-Shabuny dalam tulisan Usman. Manna Khalil al-Qaththan mendefiniskan i’jaz sebagai “menampakan kebenaran Nabi saw.-dalam pengakuan orang lain-sebagai seorang rasul utusan Allah swt. dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Quran dan kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.” Sementara Ali al-Shabuny mengartikan i’jaz sebagai “menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya…”

Jadi i’jaj ini upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi dan pada saat yang sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari kenabian. Wajar dalam konsep i’jaz ini kalau konsepsi kenabian diklaim sebagai kebenaran yang tidak bisa dibantah, apalagi dikalahkan.

Sementara itu, secara bahasa, mu’jizat juga berasal dari kata a’jaza yu’jizu i’jazan, yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Secara istilah, mu’jizat didefinisikan oleh Manna al-Qaththan dalam tulisan Rosihan sebagai “suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
Dari definisi ini, mukjizat mengandung arti menantang dan mengalahkan orang-orang yang meragukan dan mengingkari sabda Tuhan. Tantangan ini tidak bisa ditandingi oleh siapapun, karena Allah berkehendak untuk memenangkan semua “pertempuran,” sementara orang-orang ragu dan para pengingkar tersebut tidak mampu melawan Tuhan.

Ali al-Shabuny mendefinisikan mukjizat sebagai “bukti yang datangnya dari Allah swt. yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabiannya.” Definisi ini menegaskan bahwa fungsi mukjizat memperkuat posisi nabi dan rasul, sehingga tidak seorang pun mampu menghancurkan posisi tersebut.

Muhammad Bakar Ismali mendefinisikan mu’jizat sebagai  “perkara luar biasa yang disertai-dan diikuti-dengan tantangan yang diberikan Allah swt. kepada nabi-nabi-Nya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya, yang bersumber dari Allah swt.”

Sementara itu, Muhammad Syahrur mendefinisikan mukjizat dengan membaginya menjadi dua jenis, yaitu (1) mukjizat yang diturunkan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad dan (2) mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.  Menurut Syahrur, mukjizat yang diturunkan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad adalah “percepatan kemajuan di bidang dunia indrawi (alam al-mahsus). Ia adalah fenomena alam yang melampaui dunia rasion/nalar ketika mukjizat tersebut diturunkan.”

Sementara itu mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah al-Quran yang memiliki karakter abadi dan sesuai dengan jaman dan tempat. Setiap pengetahuan dan ilmu manusia berkembang, maka kemukjizatan al-Quran akan semakin jelas.



1.      Jenis-Jenis Mukjizat

Pembagian mukjizat menurut Shahrur sejalan dengan penjelasan tentang jenis-jenis mukjizat itu sendiri. Mukjizat terbagi menjadi dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat immaterial, logis yang dapat dibuktikan sepanjang masa.

Jenis mukjizat yang bersifat inderawi dan tidak kekal ini sesuai dengan sifat mukjizat yang diturunkan kepada para Nabi selain Nabi Muhammad. Jenis mukjizat ini hanya berlaku untuk jaman tertentu, kapan mukjizat tersebut diturunkan. Oleh karena itu wajar kalau sifat mukjizat tersebut tidak kekal. Contoh mukjizat jenis pertama ini banjir besar pada jaman Nabi Nuh AS., api yang tidak membakar Nabi Ibrahim AS., pembelahan laut dan tongkat menjadi ular besar, dan penghidupan orang mati pada jaman Nabi Isa AS.

Menurut Muhammad Syahrur, kejadian-kejadian tersebut merupakan fenomena alam yang melampaui jamannya.Namun hal tersebut bukan artinya keluar dari hukum alam. Menurutnya, api yang tidak membakar Nabi Ibrahim bisa dipahami menurut hukum alam karena sifat api itu ada dua: bisa membakar dan tidak bisa membakar. Sifat api membakar terjadi kepada kita, sementara sifat api yang tidak membakar terjadi kepada Nabi Ibrahim. Begitu pun, penghidupan orang mati pada jaman Nabi Isa AS. tidak berada di luar dunia empiris, namun bisa dipahami dengan memahami konsep kebangkitan manusia secara fisik setelah mati pada hari Kiyamat nanti. Jadi, menurut Syahrur bukan hal yang berlawanan dengan hukum alam ketika ada orang yang hidup setelah mati, karena kita semua juga nanti akan dibangkitkan lagi setelah kematian.

Sementara itu, jenis mukjizat yang kedua bersifat kekal dan berlaku sepanjang jaman. Mukjizat tersebut adalah al-Quran al-Karim. Hal ini, menurut Syahrur, karena Muhammad (sebagai penerima mukjizat ini) nabi terakhir, sehingga mukjizatnya harus memiliki sifat abadi dan berlaku sampai dunia ini hancur.

Secara lebih gamblang, Syahrur membedakan mukjizat Nabi muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya. Pertama, aspek rasionalitas kenabian Muhammad yang berupa al-Quran dan al-sab’ul al-matsani mendahului pengetahuan inderawi, yaitu dalam bentuk mutasyabih. Setiap jaman berubah, konsepsi-konsepi al-Quran masuk ke dalam wilayah pengetahuan inderawi, yang disebut sebagai takwil langsung, yaitu kesesuaian antara teks pengetahuan terhadap hal inderawi. Kedua, al-Quran memuat hakekat wujud mutlak yang dapat dipahami secara relatif, sesuai dengan latar belakang pengetahuan, pada masa yang di dalamnya usaha pemahaman al-Quran dilakukan. Ketiga, Kemukjizatan al-Quran bukan hanya bentuk redaksinya saja, tapi juga kandungannya.

Sementara itu, Abu Qasim al-Ashfahany  dalam tulisan Hasbi ash-Shiddieqy membagi mukjizat menjadi dua jenis, yaitu mukjizat hissy dan mukjizat aqly. Mukjizat hissy adalah mukjizat yang dapat dipahami  dengan pancaindera, seperti taufan Nabi Nuh dan tongkat Nabi Musa, dan mukjizat aqly adalah mukjizat yang dapat dirasakan dengan mata hati seperti mengabarkan berita-berita yang baik dan menerangkan hakikat-hakikat ilmu yang diperoleh tanpa dipelajari. Pembagian al-Ashfahany ini tidak membedakan antara mukjizat yang diturunkan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad dengan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Pembagian ini bisa berlaku untuk kedua jaman mukjizat tersebut.

Hasbi ash-Shiddieqy memberikan penjelasan terhadap pembagian ini. Menurutnya, mukjizat hissy bisa dipahami oleh orang-orang pada umumnya (awam) dan orang-orang yang berilmu (khauwash), sementara mukjizat aqly hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang berilmu saja, karena mereka mempunyai akal yang kuat dan pendapat yang cemerlang.

Contoh mukjizat hissy yang terjadi kepada nabi Muhammad dan telah dikumpulkan oleh ahli-ahli hadis adalah batu kerikil bertashbih di tangannya, Nabi bicara dengan serigala, dan pohon yang datang kepadanya. Sayang sekali ash-Shiddieqy tidak menjelaskan hadi-hadis tersebut, sehingga wajar kalau kita meragukan contoh-contoh ini. Apalagi kalau kita merujuk kepada pendapat Syharur bahwa mukjizat Nabi Muhammad itu hanyalah al-Quran al-Karim.

Menurut ash-Shiddieqy, di antara mukjizat yang termasuk hissy dan juga aqly adalah al-Quran. Ia menjelaskan bahwa al-Quran adalah “ayat hissiyah yang dapat dirasakan panca indera, aqliyah yang bersifat akal, diam tidak berbicara dan kekal sepanjang masa berkembang di dalam dunia.”

Sejalan dengan pendapat ash-Shiddieqy tentang sifat kemukjizatan al-Quran,  M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tidak mungkin al-Quran, sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad, bersifat lokal, temporal, dan material, sebagaimana bukti kebenaran nabi-nabi sebelumnya. Bukti kebenaran beliau harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan akal.


C.    Muzizat Al-Qur’an.


1.      Unsur-Unsur  Mukjizat

M. Quraish Shihab dalam tulisan Rosihan menjelaskan empat unsur mukjizat, yaitu:
1.    Hal atau peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari walaupun menakjubkan tidak bisa dinamakan mukjizat. Ukuran “luar biasa” tersebut adalah tidak bertentangan dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu terjadinya peristiwa tersebut belum bisa memahaminya.
2.    Terjadi atau dipaparkan oleh seorang Nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa tersebut muncul dari atau berkenaan dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul dari seorang calon Nabi tidak bisa dikatakan mukjizat, apalagi dari manusia biasa seperti kita.
3.    Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mukjizat terkait erat dengan tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi peristiwa yang terkait dengan Nabi, tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat.
4.    Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan terhadap orang-orang yang meragukan atau mengingkari kenabiaan dan mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu dilawan atau dikalahkan, maka tantangan tersebut bukan lah bentuk mukjizat.
Keempat unsur tersebut menjadi syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka persitiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk memahami esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya kemukjizatan al-Quran.

2.      Segi-Segi Kemukjizatan al-Quran
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy dalam tulisan Usman menyebutkan segi-segi kemukjizatan al-Quran, yaitu:
1.        Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang Arab
2.        Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh bangsa  Arab
3.        Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia
4.        Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya
5.        Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Quran itu sendiri
6.        Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan
7.        Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan al-Quran
8.        Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat  dan ilmu pengetahaun alam (tentang jagat raya).
9.        Dapat memenuhi kebutuhan manusia
10.    Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya
11.    Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.
Al-Mawardi dalam tulisan Hasbi ash-Shiddiqie menerangkan dua puluh hal yang menunjukan kemukjizatan al-Quran.
1.        Kefashahan al-Quran dan cara penjelasannya
2.        Keringkasan lapad al-Quran, tapi sempurna maknanya
3.        Nazham uslub-nya yang unik. Ia tidak termasuk ke dalam kalam yang ber-nadzam, tidak termasuk ke dalam syi’ar atau rajaz, tidak bersajak dan bukan pula bersifat khatbah.
4.        Banyak makna-maknanya yang tidak dapat dikumpulkan oleh oleh pembicaraan manusia.
5.        Al-Quran mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak dapat diliputi oleh manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang.
6.        Al-Quran mengandung berbagai hujjah dan keterangan untuk menetapkan ketauhidan dan menolak i’tiqad-i’tiqad yang salah
7.        Al-Quran mengandung khabar-khabar orang yang telah lalu dan umat-umat purbakala.
8.        Al-Quran mengandung khabar-khabar yang belum terjadi, kemudian terjadi persis sebagaimana yang dikhabarkan.
9.        Al-Quran menerangkan isi-isi hati yang tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah sendiri.
10.    Lafad-lafad al-Quran melengkapi jazal mustarghab dan sahl al-mustaqrab. Dalam pada itu, tidak dipandang sukar jazal-nya dan tidak dipandang mudah sahl-nya.
11.    Pembacaan al-Quran mempunyai khushusiyah dengan kelima penggerak yang tidak didapatkan pada selainnya. Pertama, kelembutan tempat keluarnya. Kedua, keindahan dan kecantikannya. Ketiga, mudah dibaca nadzam-nya dan saling berkaitan satu sama lain.Keempat, enak didengar, dan kelima, pembacanya tidak jemu membacanya dan pendengarnya pun tidak bosan mendengarnya.
12.    Al-Quran dinukilkan dengan lafad-lafad yang diturunkan. Jibril menyampaikannya dengan lafad dan nazham-nya. Rasul pun meneruskan kepada umat persis sebagaimana yang diterima dari Jibril.
13.    Terdapat makna-makna yang berlainan di dalam sesuatu. Yakni di dalam sesuatu surat itu kita mendapatkan berbagai rupa masalah. Kemudian masalah-masalah itu kita temukan di dalam surat-surat lain
14.    Perbedaan ayat-ayatnya, ada yang panjang dan ada yang pendek, tidak mengeluarkan al-Quran dari uslub-nya.
15.    Walaupun kita sering sekali membacanya, namun kita tidak dapat mencapai kepashahannya, karena al-Quran itu di luar tabi’at manusia.
16.    Al-Quran mudah dihapal oleh segala lidah.
17.    Al-Quran itu lebih tinggi dari segala martabat pembicaraan. Martabat pembicaraan terbagi tiga:
a.         Mantsur yang dapat dibuat oleh segenap manusia.
b.        Syi’ir yang hanya dapat disusun oleh sebagaian manusia
c.Al-Quran melampaui kedua martabat itu. Martabatnya tidak sanggup dicapai oleh golongan a dan b.
d.        Tambahan yang disisipkan atau pengubahan lafad-lafadnya dapat diketahui.
e.Tidak ada umat yang sanggup menentang al-Quran.
f.         Allah memalingkan manusia dari menentangnya.






BAB III
PENUTUP

I’jaz atau mukjizat al-Quran adalah eksistensi dan realitas al-Quran dalam mengalahkan beragam upaya orang-orang untuk meragukan atau mengingkarinya. Eksistensi dan realitas tersebut menjadi bagian dari studi al-Quran yang tidak henti-hentinya mengalami perkembangan.
Mukjizat terbagi menjadi dua, yaitu mukjizat material indrawi yang bersifat tidak kekal dan berlaku untuk jaman tertentu, dan mukjizat immaterial, bersifat kekal dan abadi, yang dapat dibuktikan sepanjang masa, dan berlaku sampai dunia ini berakhir.
Unsur mukjizat ada empat, yaitu hal atau peristiwa yang luar biasa, terjadi atau dipaparkan oleh seorang nabi, mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian, dan tantangan tersebut tidak mampu dilayani.
Menurut Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy, segi-segi kemukjizatan al-Quran ada sebelas, sementara menurut al-Mawardi ada dua puluh. Segi-segi kemukjizatan tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Ada lima faktor yang menyebabkan manusia tidak mampu menandingi al-Quran. Kelima faktor tersebut telah terbukti terjadi pada bangsa Arab dan akan selalu menjadi alasan sampai kapan pun mengapa manusia tidak akan mampu menandingi al-Quran.





 Daftar Pustaka

Anwar, Rosihon. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.
Shahrur, Muhammad. 2008. Prinsip dan Dasar Hermeneutika Al-Quran Kontemporer. Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin Dzikri (Penerj.).Yogyakarta: Elsaq Press.
ash-Shiddieqy, Hasbi. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Shihab, M. Quraish. 2003. “Membumikan” al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan. Cet. Ke-26.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an.Yogyakarta: Teras.

sumber: http://putrapelitajaya.blogspot.com

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...